Sukses

Ini Penyebab Aplikasi BSI Error, Nasabah Keluhkan Tak Bisa Akses BSI Mobile

Terkait aplikasi BSI Error, perusahaan melalui akun resmi BSI di Twitter memberikan tanggapan dan menjelaskan penyebabnya.

Liputan6.com, Jakarta - Nasabah BSI atau Bank Syariah Indonesia ramai-ramai mengeluhkan tidak bisa mengakses aplikasi BSI Mobile (aplikasi BSI error) sehingga gagal melakukan transaksi.

Terkait masalah ini akun resmi BSI di Twitter memberikan tanggapan resmi dan menjelaskan penyebab aplikasi BSI error.

Melalui cuitan tersebut, BSI meminta maaf terkait hal ini dan mengungkapkan bahwa saat ini perusahaan tengah melakukan pemeliharaan sistem.

"Kami sampaikan saat ini BSI tengah melakukan maintenance system dan akan kembali ke kondisi normal secepatnya. Kami menyampaikan permohonan maaf kepada nasabah atas ketidaknyamanannya dalam melalukan transaksi keuangan pada hari ini," tulis Corporate Secretary BSI melalui akun Twitter @bankbsi_id, dikutip Senin (8/5/2023).

Sebelumnya, ada beberapa nasabah yang mengaku tidak bisa mengakses aplikasi BSI Mobile sama sekali. Namun, tidak sedikit pula yang mengaku tidak bisa melanjutkan transaksi di dalam aplikasi.

Adapun notifikasi dalam aplikasi BSI Mobile menyebutkan kalau permintaan transaksi tersebut tidak dapat diproses.

"Informasi: Permintaan tidak dapat diproses (100)," tulis pesan yang diterima sejumlah nasabah.

"BSI Mobile lagi error pagi ini. Tarik tunai ATM ga bisa, ngecek saldo via aplikasi ga bisa juga," cuit salah satu nasabah BSI.

Sementara akun lain menuliskan, "BSI Mobile error sejak pagi. Mohon ditindaklanjuti."

Melihat pantauan sejumlah cuitan pula, ternyata tidak hanya soal aplikasi BSI Mobile error, tapi ada beberapa nasabah yang mengaku tidak bisa melakukan penarikan uang tunai.

2 dari 5 halaman

Bank Syariah Indonesia Bakal Terjun ke Pasar Arab Saudi, Kapan?

Di sisi lain, BSI mengungkapkan minatnya untuk membuka cabang internasional di Arab Saudi. Namun, BSI akan tetap berhati-hati dalam membuka cabang baru.

Direktur Utama BSI Hery Gunardi mengaku, pihaknya masih melihat potensi terkait pembukaan cabang di Arab Saudi. Meski demikian, wacana tersebut belum masuk ke dalam rencana kerja perseroan.

"Nanti kita lihat, kita mencoba mendalami regulasi, bagaimana caranya dan sebagainya. Dan sedang mempersiapkan visibility tadi apakah memiliki cabang di negara tadi punya potensi bisnis yang optimal tidak untuk Indonesia?," kata Hery dalam konferensi pers, dikutip Jumat (28/4/2023)

Dia bilang, jika dilihat secara kasat mata pasar Arab Saudi memang terbilang prospektif. Ini mengingat jamaah haji setiap tahun lebih dari 200 ribu orang dan lebih dari 1 juta orang jamaah umroh berasal dari Indonesia.

"Secara kasat mata memang kelihatan tapi harus dihubungkan dengan regulator di sana untuk melihat bagaimana kita bisa punya kesempatan hadir di sana," kata dia.

Menurut ia, untuk saat ini BSI akan fokus terlebih dahulu ke Dubai. Lantaran, Bank Syariah Indonesia ingin mendapatkan hasil yang optimal dari pembukaan cabang baru.

"Jadi kalau ditanya management, berikan waktu kami fokus dulu ke Dubai sampai Dubai mulai kelihatan baru kita mikir ke negara lain. Percuma kita buka lagi kalau hasilnya tidak optimal, nanti akan jadi beban, kita mau rapi dulu Dubainya nanti baru ke negara lain," tandasnya.

3 dari 5 halaman

Restukturisasi COVID-19

PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS) atau BSI mencatatkan angka restrukturisasi pembiayaan nasabah terdampak pandemi Covid-19 semakin menurun. Hingga akhir Maret 2023, nasabah restrukturisasi Covid-19 tersebut menjadi Rp13,6 triliun. 

Direktur Manajemen Risiko BSI, Tiwul Widyastuti mengatakan, BSI memiliki nasabah restrukturisasi Covid-19 sekitar Rp 13,6 triliun. Dari jumlah tersebut terdapat 41,2 persen portofolio yang masih mendapat perlakuan khusus karena ketentuan baru dari OJK. 

"Kemarin ada POJK baru, di mana terdapat perpanjangan khusus untuk sektor tertentu dan wilayah tertentu serta untuk pembiayaan UMKM. Kemudian yang sisanya 26,6 persen itu masih melanjutkan periode restrukturisasi program yang dia dapatkan dilanjutkan dengan kita tetap monitoring," kata Tiwul dalam konferensi pers, dikutip Jumat (28/4/2023).

Ia menuturkan, terdapat 8,4 persen restrukturisasi yang telah kembali kemampuan bayarnya sehingga dikategorikan normal. Kemudian, ada 32,6 persen yang sudah berakhir tapi belum pulih sehingga perlu dilakukan restrukturisasi kembali, akan tetapi, tidak menggunakan ketentuan POJK baru melainkan program internal BSI.

"Tapi, Insya Allah seluruh nasabah restrukturisasi baik Covid maupun non Covid well managed bahkan kita cluster itu sebagai salah satu kunci keberhasilan kita makannya persentase nasabah restrukturisasi terus menurun," imbuhnya.

4 dari 5 halaman

Bos Bank Syariah Indonesia Ramal Tren Pembiayaan Kuartal II 2023 Masih Terjaga

Tidak hanya itu, PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS) juga melihat tren pembiayaan pada kuartal II 2023 masih cerah. Ini mengingat adanya euforia masyarakat terhadap momentum Lebaran 2023.

Direktur Utama BSI Hery Gunardi menilai tren pembiayaan kuartal II 2023 masih berpeluang untuk meningkat. "Bulan April ini kalau dilihat hari kerjanya pendek banyak libur dan mudah-mudahan dengan hari kerja yang terbatas, kami melihat ada euforia karena Lebaran ini permintaan untuk pembiayaan juga meningkat," kata Hery dalam konferensi pers Bank Syariah Indonesia, Kamis (27/4/2023).

Menurut ia, masyarakat Indonesia terbiasa ingin memiliki motor baru, mobil baru, rumah baru atau melakukan renovasi rumah saat momentum Lebaran. Hal itu bisa meningkatkan belanja yang sifatnya konsumtif sebanyak dua sampai tiga kali. 

Dengan demikian, pembiayaan dari sisi hasanah card gold, konsumer, mitraguna meningkat. Walaupun hari kerjanya pendek.  "Tapi kami yakin pertumbuhan pembiayaan tetap bisa terjaga seperti bulan-bulan lalu semoga dengan hari kerja terbatas masih bisa menjaga pertumbuhan loan growth BSI dengan double digit," kata dia.

Di sisi lain, Direktur Manajemen Risiko BSI, Tiwul Widyastuti mengatakan, BSI memiliki nasabah restrukturisasi Covid-19 sekitar Rp 13,6 triliun. Dari jumlah tersebut terdapat 41,2 persen portofolio yang masih mendapat perlakuan khusus karena ketentuan baru dari OJK. 

"Kemarin ada POJK baru, di mana terdapat perpanjangan khusus untuk sektor tertentu dan wilayah tertentu serta untuk pembiayaan UMKM. Kemudian yang sisanya 26,6 persen itu masih melanjutkan periode restrukturisasi program yang dia dapatkan dilanjutkan dengan kita tetap monitoring," kata Tiwul. 

Ia menuturkan, terdapat 8,4 persen restrukturisasi yang telah kembali kemampuan bayarnya sehingga dikategorikan normal. Kemudian, ada 32,6 persen yang sudah berakhir tapi belum pulih sehingga perlu dilakukan restrukturisasi kembali, akan tetapi, tidak menggunakan ketentuan POJK baru melainkan program internal BSI.

"Tapi, InsyaAllah seluruh nasabah restrukturisasi baik Covid maupun non Covid well managed bahkan kita cluster itu sebagai salah satu kunci keberhasilan kita maka-nya persentase nasabah restrukturisasi terus menurun," imbuhnya.

5 dari 5 halaman

Infografis: Deretan Bank Digital di Indonesia (Liputan6.com/Abdillah)